Previously Registered: Your Private Exam

Sempat terlintas juga sih, jika anaknya nakal atau spesial, sebenarnya ortunya dulu salah apa, ngapain aja, dokternya kurang pas atau gimana, salah beli obat, karma, bla bla bla… Biasa, judgemental trait yang susah ilang.

Sekarang, sedang mencoba menerapi diri untuk terus mikir positif, ‘Kok dikasi bagian itu, kira-kira ortunya punya harta karun apa?’ ☺

Dulu waktu masih limbung dapat anugerah Moldy, saya sempat tersambung dengan grup kebutuham khusus namanya LRD Member, diketuai bu Any Sonata. Sebenarnya merangkul semua jenis kebutuhan khusus, tapi lebih banyak dibahas soal autis. Belakangan saya baru tahu, autis butuh banyak sekali treatment, mengerahkan segenap daya upaya orang tua semaksimal mungkin, dalam bentuk materi dan psikis. Tak semua ortu sanggup melakoninya. Ada yang salah satu lari begitu saja, ada juga yang memutuskan berhenti di tengah jalan, menyerahkan anak pada semesta 😕

Saya, kita, jangan keburu menyalahkan mereka yang menyerah. Cobalah sematkan pada diri sendiri, apakah kita pasti tidak akan menyerah jika terkondisi demikian. Boleh jadi, kita akan berikrar, tak akan, anakku akan kupertahankan apapun kondisinya. Tapi setiap langkah mengandung ranjau perasaan yang bisa meledak kapan saja. Proses berdamai dengan keadaan itu hasil sekali jadi, bukan ikrar setia yang senantiasa kekar ketika terhantam badai. Tidak semudah itu, dia selalu butuh pembuktian 😑

Menangislah.

Laskar emosi yang bekerja dengan anggun. Di balik isak tangis yang menyayat hati, terbangunlah sebuah benteng pertahanan yang makin lama makin kokoh.

Menangislah sambil menyebut nama tuhanmu.

Hanya diminta menyebut, saya memberikan ruang bagi yang tak bisa percaya begitu saja. Cobaan apapun akan menempatkan seseorang di persimpangan, makin yakin atau malah makin tak percaya pada Allah. Saat disebut, biarkan hidayah bekerja dengan jalannya masing-masing. Berhentilah menghakimi bagaimana orang mengasuh kepercayaannya, tak ada yang tahu serumit apa isi hati masing-masing. Kita yang merasa sudah benar, hanya bisa mengingatkan, tak ada kewajiban supaya mereka mencapai hasil hidayah ☺

Kembali ke LRD member. Ada sejumlah perdebatan yang sangat sehat. Debat panjang dalam bahasa Inggris yang isinya ilmu semua, waduh, dan tak ada yang sempat mengejek betapa bodohnya pendapat kamu. Saya kepancal-pancal membacanya, mesti sering buka kamus google untuk beberapa opini, baru kemudian sedikiit memahami apa isinya. 

Yang sempat saya pikirkan begini, anak berkebutuhan khusus itu dianugerahkan sesuai dengan kapasitas ketangguhan orang tua. Semakin rumit kebutuhan khususnya, semakin pandai orang tuanya. Pandai ini luas ya. Bisa pandai secara ilmu, bisa juga pandai dalam hal pengendalian emosi.

Pernah saya ketemu dengan seorang ibu dengan anak autis yang menceritakan apa saja perawatan untuk anaknya. Konsumsi garam dan gula khusus yang harganya ratusan ribu sebotol kecil. Tes rambut, feses, urine dll; yang harus dikirim ke Amrik, yang biayanya bisa sampai sepuluh juta sekali tes. Ortunya dokter spesialis 😯

Anak spesial yang lahir dari keluarga kurang mampu juga banyak. Merekalah yang (mestinya) pandai di hal pengendalian emosi. Uluran tangan sesama yang bisa diharapkan. Pada pemerintah, aduh embuh, saya susah membayangkan bisa manis manja dengan sarana dan prasarana yang sarat dengan aroma korup. Bukan soal anggaran yang tak bisa, tapi memang mental mengakar yang harus dibenahi dengan benar, dan itu butuh puluhan hingga ratusan tahun 😐

Mengeluh, selama tak berlebihan, saya anggap itu manusiawi ya. Mengeluh itu sebenarnya bagian dari proses adaptasi, tak sadar bahwa cobaan akan diberikan sesuai kemampuan. Taruhlah saya yang punya satu anak tuna rungu, bandingkan dengan yang punya 2-3 anak yang sama, duh gimanaaa rasanya 😕

Mereka yang memiliki anak spesial lebih dari satu ataupun hanya satu tapi kompleks, mana sempat mengeluh, mana sempat beredar chit chat sana sini, demi naluri mengasuh anaknya yang tak bisa diperlakukan sembarangan. 

Di sisi lain, yang nampak datar konflik seperti yang belum menikah, belum punya anak, baru punya anak satu, punya anak banyak dan normal semua; belum tentu juga saya bisa. Siapa tahu saya bisa lebih depresi daripada teman-teman yang mengalaminya. Hebat lho kalau bisa bertahan single sampai usia 40an dan tidak stress ☺

Mungkin kita sudah bisa berdamai dengan diri sendiri, tapi tuntutan dan tekanan dari lingkungan itu semacam tirani moral yang tak memiliki cermin. Lha iya, misal suatu hari ada keharusan bertukar nasib, anda pasti tahu bagaimana rasanya di posisi yang bersangkutan, mana sempat menghujat keputusan orang begini begitu. Tapi ya, tak ada kan tombol agung pertukaran nasib 😉

Sekali waktu, monggo, keluarkan racun, mengeluh panjang lebar tinggi, menangis meratap mengalahkan derita Meggi Z yang termiskin di dunia. Habis itu, sudah. Selesai. Melangkah. Optimis. Berkaca dan bicara pada nasib, bahwa kita menerima, berdamai, dan siap bertarung menghadapi fleksibilitasnya. Bicara dan kenyataan bukan perbandingan seimbang ya, hehe…

Allah tak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka berusaha sendiri.

Allah memberi cobaan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kalau kita merasa tak mampu, kita mengejek diri kita sendiri, sekaligus meragukanNya. Kalau sudah mengibarkan bendera putih tanpa tak mampu, anda mau minta tolong siapa, selain Allah.

Yang tak percaya? Sudah saya bilang di atas, berdoa aja sesuai aturan, lalu biarkan hidayah bekerja dengan elegansinya. 

Dapat kesimpulannya?

Hmmm…

Selamat mengerjakan bagian ujian anda ya, semoga dilalui dengan gemilang hingga akhir. Amin.

☺☺

Gambar puzzle

Gambar faith

5 thoughts on “Previously Registered: Your Private Exam

  1. Kapan itu aidan ngeliat anak berkebutuhan khusus di city. Pake wheel chair dan wajahnya ‘khas’. Trus dia nanya
    A : dia kenapa?
    Me : well, kakak.. Ada beberapa diantara kita yg terlahir tidak sempurna. Beberapa tidak bisa melihat, ada yg tidak bisa mendengar, anak itu sepertinya penyandang celebral palsy, which mean dia punya masalah dgn koordinasi otaknya
    A : kok bisa gitu? Kenapa allah menciptakan dia begitu? Is it a failure? Is it a mistake?
    Me : allah mencipatakan semua makhluknya sempurna. No mistake no failure. Menurut kakak mungkin dia tidak sempurna, tp dia punya sesuatu yg kakak g punya.
    A : wait, i dont get it
    Me : ok, lets take some example.. Just say.. Theres a toko obat.. Di toko obat itu dijual macam2 obat. Sama semua tujuannya utk membuat orang jadi sehat. Tp ada yg manis, ada yg pahit. Ada vitamin yg manis utk jaga kondisi tubuh, ada obat yg pahit utk menyembuhkan penyakit..
    A : oww, wait, wait, wait.. I get it! Its for a different purposes!
    Me : *kaget g nyangka dia bisa narik kesimpulan bgitu
    A : we all are different to clomplete each other
    .
    .
    Me : iki aku sing g sengaja pas bgt kasi penjelasan, opo anakku sing top markotop pemikirannya ketularan arek2 bule???

    Like

Leave a reply to Dayan Cancel reply