‘After Reading That’ Effect

Jumat pagi.
Aku curious dengan sebuah buku KKPK genre horor. Bukunya hadiah dari kuis di NouraBooks. Ceritaku tentang Moldy dan kostum Spidey-homemade-nya 😆 berhasil memenangkan hadiah pertama.

image
Sedang enggan bergaya

Baca kisah horor itu ngeri-ngeri sedap. Ngeri membayangkan, sedap penasaran. Ini percobaan kedua sebenarnya. Percobaan pertama saat aku sedang ‘kalap’. Kalap menjajal berbagai genre menulis, antara lain horor. Aku terdampar di beberapa blog mistis. Tak menunggu lama, ‘ada’ yang datang mengunjungi kami. Siang-siang lho 😈 Shena masih belum lancar bicara jadi dia bisa lihat makhluk asing yang gentayangan, sementara Moldy masih cuek. Parahnya, aku belum hafal ayat kursi 😣

Aku bak keledai yang jatuh ke lubang yang sama, mau-maunya baca kisah yang ‘mengundang’. Kembali ke soal ngeri-ngeri sedap 😁. Curiosity ‘solves’ everything. Pikirku, aku udah hafal ayat kursi sekarang, juga udah belajar agama lebih banyak daripada saat pengalaman pertama. Hehehe, soknyaaa…

Kulanjutkan sedikit soal KKPK. Ceritanya tentang Kagome, permainan dari Jepang. Ada enam anak bermain. Satu anak tutup mata, lalu yang lain berjalan melingkar sambil menyanyikan lagu. Saat lagu berhenti, maka dia harus menebak siapa yang ada di belakangnya. Jika tebakan salah, hiii… 😨

image
Ini bukunya. Boleh dibeli kalau mau 😆

Banyak kebetulan sih, seperti ada kamar 13, padahal di kenyataan kan gak ada yang berani bikin kamar dengan angka itu. Ada tokoh yang tiba-tiba muncul dan tak ada tokoh utama yang curiga. Tapi tetep serem. Dan aku beranggapan, nothing would happen, kan masih siang. Kan yang bikin cerita anak remaja. Kan bukan kisah nyata. Kan udah lebih banyak belajar agama. Begituuu…

Shena menyibukkanku dengan rengekannya, Moldy mengamati buku yang aku baca lalu bergaya memperagakan ketakutan. Singkat kata, buku yang seharusnya sekali lahap itu hanya bisa kubaca dua bab. Aku merinding tapi penasaran, lalu anak-anak meminta perhatianku, udahan deh. Sebenarnya kan itu udah kode untuk stop 😆. Bukunya kemudian menghilang untuk beberapa saat, entah kemana. Hihihihihi *tawa kunti*.

Rumahku kan berantakan dengan buku. Teman-teman Moldy dan Shena kan suka bludas bludus masuk ke dalam, trus kadang ambil buku yang sekiranya menarik, lalu mereka buat mainan. Anggap saja ketlisut bersama mereka *mencoba pos-think* 😂

Dalam hati aku berharap, kan bacaku gak sampai usai, jadi (semoga) tak ada kejadian kayak jaman Shena masih dua tahunan lalu. Dia bilang, ada yang terbang di atas, warnanya putih, berambut panjang, dan memandang ke arahnya. Hiiiii…

Ternyata…

Jumat malam.
Malam itu sepi banget, padahal belum ada jam sembilan. Jemi lagi ada rapat di masjid. Hawanya terasa gak nyaman, jadi aku ajak anak-anak keluar beli jajan. Tetep aja sepi mamring saat kami tiba πŸ˜•

Aku merasa ada yang aneh dengan kaca rias vintage milik orang, yang dititipkan di terasku, si empunya sibuk terus tak sempat ambil. Gak kelihatan apa-apa sih, tapi kok pantulannya terasa lain. Saat aku sedang mengamati dengan penasaran, mulailah Moldy ‘bercerita’.

“Sudah Moldy, hentikan! Bubun gak mau dengar,” protesku.

“Ada apa sih, Bun?” tanya Shena.

“Nggak. Yuk kita keluar lagi, ada yang lupa,” ajakku, demi melupakan ‘kenyataan’.

Saat kami tiba kembali, Shena membuka pagar lalu tanpa sengaja menghadap kaca, dia mundur ketakutan. Waduh, lagi…

“Aku gak mau masuk. Takut,” rengeknya.

Alhamdulillah, kali ini persiapanku agak matang πŸ™‚

“Eh, gimana tadi ya ustadzah di sekolah ngajari baca ayat kursi. Yuk kita hafalin bersama,” ajakku mencoba mencairkan suasana.

Emakmu ini juga takut, nak. Berhubung udah hafal ayat tolak kehororan, memahami bahwa manusia itu paling tinggi derajatnya, sekaligus merasa bahwa perbedaan dimensi kita terlalu jauh; marilah kita coba tenangkan diri 😇

Aku segera membereskan barang-barang dan belanjaan yang ada di teras. Pengennya melesat masuk, lalu kerubutan dalam selimut. Huaaa… Tapi piye, aku satu-satunya orang dewasa yang harus lebih logis di antara satu anak yang ketakutan dan satu anak yang suka menggambarkan apa yang dia lihat. 😭

Moldy menjawilku. Dia menunjuk pada kaca vintage, lalu menggambarkan sesuatu. Ekspresi anehnya sangat tipikal. Tugasku adalah menenangkan diriku sendiri, hehehe… Lha kalau aku tidak tenang, bagaimana dengan mereka? Siapa yang sebenarnya bertugas momong? 😅

“Tadi tuh di kaca…” cerita Shena saat kami makan bersama.
Mulai deh.

“Sudah diam, Yayah belum datang,” kataku sewot.

Aku segera mengirim pesan kepada Jemi, supaya dia segera pulang. Alhamdulillah, tak ada ‘drama’ pesan yang tak sampai, jaringan yang tiba-tiba error, atau muncul miscall dari nomor tak dikenal. Hiyaaa, bukan episode kisah horor keleus… 😄

“Kalau takut, ya udah kacanya ditutupi koran aja,” saran Jemi begitu entengnya, setelah aku buka cerita.

Jangankan mau nutupin pakai koran, mendekat aja aku udah ogah 😬

Hawanya udah kembali hangat. Apa karena auranya Jemi? Entahlah. Boleh percaya boleh tidak, tapi suasana terasa lebih nyaman jika ada ayah atau lelaki dewasa. Sama kayak sama Bapa, nothing happened saat ada beliau dan ada ‘sesuatu’ saat beliau pergi, ntar lah aku ceritain kapan-kapan kalau udah agak stabil. Hehehe, retelling kisah horor itu butuh nyali juga, pembacaah… 😆 Soal takut enggaknya, bisa aja para bapak itu bohong kalau mereka gak takut, biar anak istrinya tak ikutan kuatir. Iya kan…

Aku tak begitu yakin apakah Moldy bisa ‘melihat’. Ada yang sampai beranggapan bahwa, jangan-jangan dia lambat bicara karena terlalu banyak yang dilihatnya.  Hehehe, gak mau ah percaya begitu πŸ™‚ Organ bicaranya memang agak lemah. Bisa keluar suara, tapi butuh lebih banyak latihan.

Malam itu, Moldy menggambarkan seseorang dengan rambut panjang lalu dia meliuk-liukkan diri seolah sedang menari. Ekspresinya menyatakan bahwa dia merasa tak mengenalnya, wajahnya jelek, dia merasa ketakutan lalu memelukku erat.

Aku membongkar lemari bukuku, dan beberapa wilayah di rumah, mencari buku Kagome. Maunya kukirim ke Timbuktu aja, menemani Lubas entah ke rumah siapa 😋. Tapi sudahlah, bukunya sedang sembunyi entah di mana…

Apakah di rumah kalian?
Hiihihihihi *tawakuntilagi*

By the time the story is finished, the vintage mirror is no longer spooky. I haven’t been dare enough to take the pic, though…

2 thoughts on “‘After Reading That’ Effect

  1. Wah gak nyangka mba Esthi punya blog dan tulisannya keren2 gini,inspiratif banget. Salam utk anak2dari Kimmy Kika

    Like

Leave a comment