6 Alasan Asyiknya Bisa Bahasa Isyarat

“Kenapa dia terus melihat kita? Ada yang aneh denganku?” tanya anak saya di dalam angkot.

Saya menahan tawa. Ibu ini duduk di pojok bagian kanan empat, anak saya duduk di pojok kiri tujuh, dan saya di belakang bangku sopir. Dengan wajah gabungan antara bloon dan kepo, dia bergantian melihat kami berdua yang ngobrol menggunakan tangan dan ekspresi wajah. Sebenarnya itu bukan isyarat murni, masih sebatas homesign demi memudahkan komunikasi saya dengannya. Anak saya adalah seorang penyandang tuli kongenital, yaitu ketulian yang disandang sejak lahir.

“Nggak papa, biarin aja,” kata saya menenangkan.

“Tuh kan, lihat lagi,” dia mulai jengah.

Beginilah konsekuensi berbahasa dengan cara berbeda di tempat umum. Sering menjadi pusat perhatian atau bahkan rasan-rasan. Saya sudah dalam fase malas kasih tahu tiap orang yang saya temui bahwa ini semua hasil proses panjang. Seperti yang umum ditemui di klinik terapi wicara, awalnya saya memaksanya untuk berucap sebagai cara berkomunikasi.

Continue reading 6 Alasan Asyiknya Bisa Bahasa Isyarat

Macaroons yang Makar

Dari beberapa abad lalu, saya ngincer untuk bikin makaron. Kukis yang unyu dan nggaya 🥰 Bahannya gak banyak, cuma putih telur, gula halus, tepung almond, dan pewarna. Bahan sedikit itu sangat tricky, karena sudah pasti yang dimainkan tekniknya. Sama lah, kayak kue tradisional wajik dan jenang yang cuma gula, santan, dan tepung. Perlu teknik telaten.

Beli tepung almond sejak lebaran. Lihat video pembuatan sudah puluhan kali. Putih telur sisa bikin kue, selalu berakhir untuk goreng krispi-krispian. Gula halus yang seringkali terulen atau terpupur bersama donat. Persiapan yang sungguh gak siap-siap 😅

Harapan vs kenyataan 😂

Akhirnya saya coba bikin macaroon untuk pertama kalinya dan gagal dong 🤣

Continue reading Macaroons yang Makar

Menyanyikan ‘Dubidubiduma’

Buku solo terbit, akhirnya 🥰

Setelah menargetkannya setiap tahun, sejak tiga-empat tahun lalu, dan selalu gagal 🙈

Ini sedikit cerita di balik layar:

🎶 Naskah keberapa yang diajukan ke berbagai penerbit, saya tak ingat 😁 Untuk Mojok, ini naskah kedua. Masih ada hubungan dengan naskah pertama, tapi yang ini yang disetujui.

🎶 Sampul didesain oleh Shena, dari sejumlah gambar yang diajukan. Gambar-gambar yang dibuatnya spontan, sejak TK.

🎶 Ide judul dari lagu yang saya modifikasi, lalu Shena menyanyikannya singkat dengan meminjam nada dari salah satu youtube Aulion. Karena suara kami berantakan dan kemampuan digital mengenaskan, biarlah itu jadi rengeng-rengeng di rumah 😅

🎶 Saya menuliskan kisah selama mengasuh anak-anak, demi merawat mimpi bahwa kisah mereka akan terbit. Hasil doodle Shena sebagai penyempurna. Taraaa, terwujud sudah. Alhamdulillah 🥳

Continue reading Menyanyikan ‘Dubidubiduma’

Jejak 2020

Telaaat, bulan kedua sudah mau habis, lhadalah baru eling untuk bikin kaleidoskop pribadi. Maklum, lagi promo debut buku solo (akhirnya), uhuk… 😁

Mari reka ulang kejadian tahun kemarin:

🥳 Pandemi, tentu saja, siapa yang tak terkena dampaknya. Saya sudah menulis banyak soal ini, mulai dari waspada, panik, bersiap, optimis, lalu embuh 🤪 Kita semua sudah sampai pada tahap sangat jenuh, tapi juga harus bertahan, jangan kasi kendor. Kalaupun berakhir 1-0 untuk keadaan, paling tidak, sudah berjuang 🙂

Baca: Bertahan

🥳 Tujuh antologi dalam setahun dan sebagian besar di antaranya bikin kecewa. Editan yang buruk, seleksi yang kurang kejam, dan sejumlah sebab lain yang tak bisa dibeber di sini.

Continue reading Jejak 2020

Kenapa Harus Menulis

Tulisan dan pembacanya
Menulis menjadi kegiatan rutin saya semenjak bisa membaca. Membaca menjadi sebuah tantangan yang menyenangkan, ketika saya menemukan sebuah soal cerita Matematika kuno yang menuliskan, “…hitoenglah berapa banjak betjak jang dimiliki bapak…” Saya sungguh penasaran dengan ejaan yang baru saya tahu namanya, ejaan Van Ophuysen 😁

Begitu sering membaca dan akhirnya menemukan jawaban mengapa ejaan itu berbeda, saya mulai tertarik untuk menulis. Sejak kelas 2 SD, awalnya saya tujukan untuk rubrik Arena Kecil atau Tak Disangka di majalah Bobo, langganan semasa SD. Hanya sempat mengirimkan sekali dan tidak diterima, saya berhenti mencoba, hehe…

Continue reading Kenapa Harus Menulis

Bersama ‘Membersamaimu’

Sekarang saya pakai nama Esthy Wika, untuk semua buku dan artikel yang saya tulis. Bunga rampai Membersamaimu adalah antologi pertama dengan nama ini, tentu saja sepengetahuan dan sepersetujuan saya 😉

Baca: Nama, Karya, Beda

Ini antologi Tuli pertama. Sudah banyak buku mengenai gangguan dengar, tapi masing-masing membahas cara personalnya. Buku ini membahas dari tiga pilihan yang dianut, yaitu menggunakan alat bantu, implant, dan berbahasa isyarat.

Dibuka pas yang nulis pendiri DTLS (Dunia Tak Lagi Sunyi)

Tak mudah mengumpulkan mereka semua agar mau terjun menulis, apalagi beda visi misi dalam mendidik anak Tuli menjadi ‘lebih baik’. Semua punya versinya sendiri. Oleh karena itu, tujuan buku ini adalah mengajak orang untuk menerima apapun dan bagaimanapun kondisi anak. Kisah-kisah di sini menawarkan pilihan referensi caranya 🙂

Continue reading Bersama ‘Membersamaimu’

Nama, Karya, Beda (2)

Padahal saya sudah ngubek-ubek skripsi yang salah satu daftar pustakanya adalah buku dengan nama saya. Ternyata tetep syok saat tahu bahwa nama saya ada di 5 judul buku.

Baca: Nama, Karya, Beda

Silakan dipandangi satu per satu. Meski ada perbedaan. Cuma gelarnya aja. Saya males pakai gelar. Sekiranya saya bisa bohong soal kuliah dan gelar, saya bohong aja, hehe… Saya males mendengar respon yang tak perlu dan tak saya inginkan.

Continue reading Nama, Karya, Beda (2)

Dear Suamiku

Antologi bikinan Divapress. Imbalannya, sertifikat bukti menulis dan sebuah buku. Akhir tahun kemaren bukunya ada di rak obralan jadi 15 ribu, hehehe, antara nelongso gimana ya. Buku ditulis keroyokan yang bermodal curhat dan koneksi internet.

Isinya masih tentang Moldy. Surat yang (pura-pura) ditujukan kepada suami masing-masing ini, berkisah tentang pengalaman singkat saya mengetahui bahwa Moldy adalah seorang Tuli. Dalam ‘surat itu’, saya mengajaknya bekerjasama mengasuh serta menerima paket lengkap Moldy sebagai seorang penyandang Tuli. Saat itu masih pro alat bantu dengar, belum mau bahasa isyarat 🤭

Karya Di Lintasan Maya

Ini buku salah satu penulis IIDN (Ibu-ibu Doyan Nulis), bertema parenting. Saya ikutan menyumbang tulisan di situ. Dapat bingkisan terima kasih dari penulisnya, tapi gak dapat bukunya. Iseng nyari di google, eh lengkap 🤦‍♀️

Berbaik sangka, mungkin memang dijual dalam bentuk e-book 😑 Ada banyak buku yang menggunakan versi elektronik sebagai salah satu pilihan pemasarannya. Saya pribadi, masih tetap suka buku cetak. Bisa dibawa ke mana saja dan kapan saja, ada jeda waktu diam tanpa paparan radiasi, tanpa perlu ribut soal jaringan atau colokan 😉

Continue reading Karya Di Lintasan Maya