Celoteh Shena (7)

“Bun, aku tak ingin ibu yang lain. Aku mau Bubunku aja,” katanya serius.

Uhuy 😘

“Kenapa kok tiba-tiba bilang gitu? Kan Bubun gak pergi kemana-mana.”

“Tadi aku lihat potongan film yang menceritakan tentang ibu dambaan anak-anak. Si ibu ini mengatakan kalau anaknya menang lomba, mereka akan makan di luar untuk merayakannya. Ternyata anaknya gak menang dan mereka tetap makan di luar.”

Continue reading Celoteh Shena (7)

Confetti SFH (4): not-so-called

Level kebosanan di rumah sudah dalam taraf mengenaskan, hampir tak bisa berbuat banyak untuk mengendalikannya, hiks… Sakit karena bosan seperti flu dan maag, berjalan ‘bahagia’ beriringan. Eh, malah curhat padahal mau hore-hore sementara sesuai judul 😁

Selama satu ajaran dengan satu wali kelas, dihabiskan murni di rumah 😑 Dengan wali kelas lain, semoga gak sampai setahun ajaran juga. Menyesal sekali melihat kenyataan bahwa pelajaran untuk Moldy, ya di situ-situ aja. Dia juga lupa-lupa aja 🙈 Kalau gak ingat bahwa dia menjalani perkembangan yang tertunda sebagai disabilitas, saya bisa rutin mencak-mencak 😅 Sakit maag pun telah menunggu dengan manis.

Baca: Previously Registered

Yang perlu dirayakan, bahwa kemajuan bacanya lumayan meningkat. Dibanding dulu ya, bukan dibanding sama anak seusianya 😁 Sesekali terbersit kok dia gak cepet dan stabil seperti anak lain ya, lalu ingat lagi bahwa kehidupan disabilitas berkualitas dengan merayakan sejumlah kemajuan kecil. Sekecil apapun, itu sudah melangkah 🙂

Momok pelajaran itu bukan Matematika, tapi Bahasa Indonesia 😏

Continue reading Confetti SFH (4): not-so-called

2021: The Amazing 30

Tugas pengasuhan menjadi lebih ringan ketika kita menyadari bahwa ada banyak hal yang tak bisa kita kendalikan dan menyerahkan mekanisme alaminya pada semesta. Sekali waktu panik dan bermimpi tinggi, wajar dong dan itu sangat manusiawi. Lucunya, begitu tenang dan santai, eh sesuatu yang indah terjadi.

Usia sepuluh adalah batas toleransi, peralihan dari masa anak menuju remaja yang akan penuh gejolak. Persiapan ada, tapi kejutan tak terduga pun pasti sudah direncanakan yang di atas sana 😉

Alhamdulillah, genap 30 hari berpuasa magrib dengan pengertian 🤲🏻 Mensyukuri bagian yang pernah saya usahakan dan bagian yang tak terduga ternyata ….. oooh begitu.

Baca: Kapan Ngajarin Anak Puasa?

Continue reading 2021: The Amazing 30

Demam Shinbi (2)

Saya sempat mengira kalau anime ini bikinan Jepang lho. Kan karakternya Osamu Tezuka (bapak manga) banget. Mata ala Bambi, rambut njeprak, hidung dan bibir cuma tempelan, serta kisah kepahlawanan ala Marvel dengan kearifan lokal.

Anime ini banyak mengangkat peran perempuan secara dominan, mengkontranya dengan partner yang seharusnya lebih. Ibunya Hari bekerja dan orangnya tegas, si ayah sebaliknya. Hyun-woo yang penakut, padahal Hari dan Gauen pemberani. Doori jadi adik yang tergantung pada kakaknya. Shinbi yang penakut padahal punya kekuatan super. Ibunya Kanglim pun memiliki peran penting dalam berurusan dengan Raja Bawah Tanah.

Setidaknya peran perempuan lebih berimbang dan tidak misoginis. Konon, Korea lebih patriarkal daripada Indonesia. Bisa jadi, dominasi perempuan di sini jadi satu cara bersuara.

Baca: Kim Ji-yeong

Continue reading Demam Shinbi (2)

Menyambut Puber

Katakan ini semi curhat. Bahwa salah satu keresahan ortu dengan anak difabel adalah bagaimana menyikapi peralihan masa dari anak ke dewasa. Mana hubungannya sama begituan 🥴

Pernah ada seorang kakak dari anak down syndrome cerita, bahwa adiknya yang beranjak dewasa itu, bisa langsung mencium perempuan yang dianggapnya cantik dan disukainya 😔 Solusi dari psikolog: si adik harus terus didampingi, terutama saat bertemu lawan jenis. Salut sama kakaknya yang saat itu bersedia hadir di gelar wicara, demi menemukan solusi untuk adiknya.

Baca: Reinforcement

Dee, dalam cerita Malaikat Juga Tahu (Rectoverso) mengisahkan si kakak (autis) yang mencintai seorang perempuan. Di akhir kisah, si perempuan ini malah jadian sama adiknya. Ibunya berani menegaskan bahwa, ketulusan cinta si kakak tiada banding, meski si perempuan tentu saja lebih memilih bersama yang effortless. Gak bisa nyalahin juga, karena hati malaikat tidak dibagikan merata.

😐

Continue reading Menyambut Puber

Pelukan

“Apa yang Bubun lakukan kalau jadi mamanya Sevi?”

“Memeluknya setiap hari. Itu hak dia sebagai anak, dari orang tuanya,” jawab saya, spontan.

Baca: Tangis Shena

Saya senang mengamati anak-anak, melihat betapa berbedanya anak yang mendapatkan pelukan dan kasih sayang cukup dari orang tuanya, dengan anak yang tidak mendapatkannya. Meski ada karakter pribadi yang ikut berperan, boleh dibilang secara umum sikapnya lebih manis dan kata-katanya lebih sopan. Dengan catatan, kasih sayang dalam porsi pas ya, bukan dimanjakan 😁

Continue reading Pelukan

Kekuranganmu Adalah… (2)

Nilai rapor Shena adalah C untuk Fiqh, Bahasa Arab, dan beberapa lainnya. Yang lain A dan B. Saya tak menghitung berapa jumlahnya dan tak memperhatikan matpel apa saja. Bukan tipe emak yang penuh perhatian soal nilai. Pengen sih, tapi kok riweuh, males jadinya 😅

Baca: Kekuranganmu Adalah…

“Tolong ditingkatkan lagi yang C, belajar yang lebih rajin di rumah,” pesan gurunya.

Saya mengiyakan aja, beda konsep asuhan, masa mau dipaksa🙃

“Aku deg-degan takut nilaiku jelek, trus dimarahi Bubun,” katanya dalam perjalanan.

Continue reading Kekuranganmu Adalah… (2)

Pelajaran Menginap (2)

Seperti yang saya janjikan, saya menginap sendirian, masih kecil, di rumah seorang yang sama sekali tak memiliki hubungan darah 😅 Siapakah dia?

Baca: Pelajaran Menginap

Jaman masih pernikahan awal, Bapa dan Mamak indekos di jalan Irian, Blitar. Pemiliknya bernama Budhe Wab. Saya sepertinya masih sangat kecil, sehingga tak ingat benar seperti apa suasananya.

Bapa dan Mamak pindah ke Batu dan silaturahim masih terjalin baik. Saya tinggal di Blitar, daerah Gebang, ikut Ninih.

Baca: Mendiang Ninih

Jarak antara Gebang dan jalan Irian itu dekat, ukuran orang desa ya. Jalan kaki tanpa cape, sudah nyampe, tapi saya gak tahu seberapa persisnya. Saat pengen jalan kaki, tiba-tiba aja sudah nyampe sana. Saya langsung menuju sebuah kampung kecil di tengah kota, pertetanggaan yang begitu guyub. Rumahnya budhe Wab itu berada di pusat, luas dan punya banyak kamar indekos.

Kalau saya main ke sana, padahal cuma anak-anak, seisi kampung menyambut saya dengan sorak-sorak bergembira dan saling berebut mengajak mampir. Duh, berasa jadi bintang 🤣

Continue reading Pelajaran Menginap (2)

Confetti SFH (3)

Nadiem Makarim mengumumkan bahwa Januari 2021, kegiatan persekolahan akan dimulai lagi dengan sejumlah persyaratan. Sementara berita konon sebelumnya mengabarkan bahwa suasana gajebo ini akan diperpanjang hingga tahun ajaran baru, sekitar Juni-Juli 2021. Di tengah pro-kontra yang taksa dengan ketegasan dan ke-tebangpilih-an pemerintah, di sanalah para emak proletar macam saya, gigit jari. Enggan sampai berdarah, tapi celos juga rasanya 😐

Ini kan judulnya confetti, kurang lebih yang berkaitan dengan perayaan, jadi saya mau tulis happy, not-really-outstanding achievement 🙂. Ceritanya menabung bahagia dan optimis, siapa tahu bisa melewati pandemi dengan gemilang, lalu melihat catatan ini dengan manis 😉 Insyaallah.

Apa sajakah itu?

Continue reading Confetti SFH (3)

Pelajaran Menginap

Mamak bersaudara sepuluh orang, belum termasuk anak mereka atau sepupu saya; minimal dua orang dari masing-masing orang tua 😅 Saya kenal dan hafal semua. Sedangkan dari Bapa tujuh orang, saya juga tahu semua. Meski sudah biasa ya, kalau kita lebih mudah dekat ke keluarga ibu daripada ke keluarga bapak.

Baca: Mendiang Ninih

Baca: Kue Tradisional dan Kenangan

Seingat saya, dititipkan ke Ninih adalah sebuah keharusan. Entah untuk belajar mandiri atau memang emaknya (sok) kerepotan seperti Mamak 😁 Jadi meski repot, ruwetnya tidak serumit masa kini. Sekolah masih santai, meski bukan berarti tidak serius ya. Media dan hiburan sangat minimal, sehingga kita semua harus menggunakan potensi diri dengan maksimal 😇

Continue reading Pelajaran Menginap