6 Alasan Asyiknya Bisa Bahasa Isyarat

“Kenapa dia terus melihat kita? Ada yang aneh denganku?” tanya anak saya di dalam angkot.

Saya menahan tawa. Ibu ini duduk di pojok bagian kanan empat, anak saya duduk di pojok kiri tujuh, dan saya di belakang bangku sopir. Dengan wajah gabungan antara bloon dan kepo, dia bergantian melihat kami berdua yang ngobrol menggunakan tangan dan ekspresi wajah. Sebenarnya itu bukan isyarat murni, masih sebatas homesign demi memudahkan komunikasi saya dengannya. Anak saya adalah seorang penyandang tuli kongenital, yaitu ketulian yang disandang sejak lahir.

“Nggak papa, biarin aja,” kata saya menenangkan.

β€œTuh kan, lihat lagi,” dia mulai jengah.

Beginilah konsekuensi berbahasa dengan cara berbeda di tempat umum. Sering menjadi pusat perhatian atau bahkan rasan-rasan. Saya sudah dalam fase malas kasih tahu tiap orang yang saya temui bahwa ini semua hasil proses panjang. Seperti yang umum ditemui di klinik terapi wicara, awalnya saya memaksanya untuk berucap sebagai cara berkomunikasi.

Continue reading 6 Alasan Asyiknya Bisa Bahasa Isyarat

(Sedang Berusaha) Tidak Ngopi (3)

Ini salah satu judul yang terlihat aneh, setelah saya melihatnya dari sisi lain. Dari sisi orang yang selama sebulan ini tidak menengok facebook, twitter, dan instagram sama sekali. Eh, nengok dikit ding, pas lihat acara pemenang lomba dan baca japri. Udah, selesai, tak ada keperluan lain lagi😁

Baca: Seni Bertahan Hidup Kaum Marjinal

Meskipun aneh, tulisan adalah bagian dari skema perubahan. Memang tak bisa serta merta. Tentang percepatan dan langkah selanjutnya, yaaah itu ditentukan dari banyak hal lain.

Ternyata ada pola yang baru terlihat dan terlaksana secara bertahap. Pola dimulai dari pernyataan bahwa kesehatan merupakan sinergi antara pikiran, fisik, dan kehidupan sosial. Ketiga hal itu berkelindan apik dan mesti seimbang satu sama lain. Urusan takdir, beda cerita yaa.

Baca: Kiat Hidup Sehat

Continue reading (Sedang Berusaha) Tidak Ngopi (3)

Loki, Mamal, dan Geo (2)

Seolah mengikuti jejak Mamal yang pergi karena mati, Loki pun tiba-tiba menghilang seharian. Perkiraan awal yang sangat manusiawi, dia patah hati ditinggal Mamal pergi πŸ˜… Melewati satu hari, saya masih agak santai, mengira dia sudah menemukan tambatan hati di gang lain πŸ˜… Pindang jatahnya mulai membusuk dan dia belum kembali. Hingga dua minggu berlalu, rumah kami jadi senyap dan tanpa bau khas kucing πŸ₯Ί

Baca: Loki, Mamal, dan Geo

Hingga sehari setelah Loki tak muncul, Geo masih beredar di rumah dengan cara yang sama. Nyelonong saat pagar terbuka dan tak mau beranjak pergi kalau sudah di dalam. Saya berniat membersihkan telinganya, bodoamat sama pemiliknya yang cuek. Itu juga belum kesampaian ketika raganya ikutan raib sehari kemudian πŸ₯Ί

Masa itu

Lengkap sudah, tak ada kucing dalam waktu yang hampir bersamaan.

Continue reading Loki, Mamal, dan Geo (2)

Celoteh Shena (7)

“Bun, aku tak ingin ibu yang lain. Aku mau Bubunku aja,” katanya serius.

Uhuy 😘

“Kenapa kok tiba-tiba bilang gitu? Kan Bubun gak pergi kemana-mana.”

“Tadi aku lihat potongan film yang menceritakan tentang ibu dambaan anak-anak. Si ibu ini mengatakan kalau anaknya menang lomba, mereka akan makan di luar untuk merayakannya. Ternyata anaknya gak menang dan mereka tetap makan di luar.”

Continue reading Celoteh Shena (7)

Loki, Mamal, dan Geo

Mamal dan Geo ini kucing tetangga. Tiap pagi mengeong di depan pagar minta ikut makan ikan sama Loki, kucing orens milik Shena. Senengnya minta ampun kalau pagar dibuka, lalu keruntelan makan di baki sambil sesekali cakar-cakaran πŸ˜‚

Mamal si ekor panjang dan Loki, pas rukun

Baca: Emon dan Cimor

Lha kok lanjut, setiap saat minta makan, sekalian tidur, dan juga pupπŸ™€ Rapopo kalau milik sendiri. Ini apa gak pernah dikasi makan sama majikannya ya? πŸ™„ Jemi protes melulu, ancaman untuk burung-burungnya. Berhubung dia yang sregep bersih-bersih, ya gimana lagi. Terpaksa usir mereka sesekali, ajak main sesekali, kasi makan sesekali. Imuuut dan matanya selalu bundar, gak bisa keseringan nolak 😻

Continue reading Loki, Mamal, dan Geo

Mimpi Aneh

Bulan lalu adalah bulan yang dilewati dengan melayang. Banyak mimpi tak penting tentang orang-orang yang sama sekali tak pernah berhubungan dengan saya. Lelah…

Salah satu mimpi yang paling membekas adalah mimpi tentang seorang teman yang menjadi mualaf. Kami sesekolah merayakannya di sebuah masjid yang sangat bagus, entah di mana itu. Semuanya memakai baju putih bersih, seperti naik haji, tapi bukan pakaian ihram.

“Lho kamu?” tanya saya kaget.

Continue reading Mimpi Aneh

Dua Belas Tahun

Hari ini, dua belas tahun lalu, di sebuah rumah sakit di dekat sekolahnya sekarang, Moldy sekaligus status saya sebagai seorang ibu, terlahir. Saat itu, mungkin saking kelihatan culunnya, bayi kecil itu dianggap adik saya πŸ˜†

Baca: Romansa Mengibu

Difoto buru-buru biar gak ketahuan

Hari ini, pagi tadi, saya mengucapkan selamat ulang tahun dan dia abaikan πŸ€ͺ Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, dia tak peduli ucapan selamat. Dia sok mengabari semua orang menjelang hari ultahnya, tapi tak peduli saat hari itu tiba 😎

Continue reading Dua Belas Tahun

Confetti SFH (4): not-so-called

Level kebosanan di rumah sudah dalam taraf mengenaskan, hampir tak bisa berbuat banyak untuk mengendalikannya, hiks… Sakit karena bosan seperti flu dan maag, berjalan ‘bahagia’ beriringan. Eh, malah curhat padahal mau hore-hore sementara sesuai judul 😁

Selama satu ajaran dengan satu wali kelas, dihabiskan murni di rumah πŸ˜‘ Dengan wali kelas lain, semoga gak sampai setahun ajaran juga. Menyesal sekali melihat kenyataan bahwa pelajaran untuk Moldy, ya di situ-situ aja. Dia juga lupa-lupa aja πŸ™ˆ Kalau gak ingat bahwa dia menjalani perkembangan yang tertunda sebagai disabilitas, saya bisa rutin mencak-mencak πŸ˜… Sakit maag pun telah menunggu dengan manis.

Baca: Previously Registered

Yang perlu dirayakan, bahwa kemajuan bacanya lumayan meningkat. Dibanding dulu ya, bukan dibanding sama anak seusianya 😁 Sesekali terbersit kok dia gak cepet dan stabil seperti anak lain ya, lalu ingat lagi bahwa kehidupan disabilitas berkualitas dengan merayakan sejumlah kemajuan kecil. Sekecil apapun, itu sudah melangkah πŸ™‚

Momok pelajaran itu bukan Matematika, tapi Bahasa Indonesia 😏

Continue reading Confetti SFH (4): not-so-called

Seni Kehilangan (3)

Laptop pertama saya beli pakai uang tahunan, dicarikan Jemi yang bekas tapi bagus. Pernah saya pinjamkan teman, lalu kembali bersama lagu-lagu yang saya suka. Papan ketiknya mulai mrotholi bersamaan dengan gigi tanggal dan rambut rontok karena menyusui. Kemudian dia hibernasi selama bertahun-tahun karena saya sibuk mengurus dua balita.

Merknya Compaq, yang sekilas bisa terbaca Quantum πŸ˜…

Continue reading Seni Kehilangan (3)