Ala Agustinus Wibowo

Sesekali saya ikuti space di twitter, meski tak banyak yang bisa saya simak sampai habis. Isinya bergizi, asalkan memilih narasumber yang tepat. Yang isinya ngasal juga banyak dan di antaranya jadi bahan obrolan di linimasa 😅 Gitu deh, tak ada yang sempurna di hadapan warganet.

Pas dapat oke, ada Ivan Lanin yang jadi pewawancara bersama narsum Agustinus Wibowo (AW). Ini sudah lumayan lama ya, jadi lupa apa judulnya. Intinya, bagaimana menulis kisah perjalanan supaya tak terlalu puitis sekaligus tidak kronologis, karena dua-duanya bisa membosankan dan lebay.

Saya baru baca satu bukunya AW, Garis Batas. Bukunya agak lebih berat kalau dibandingkan bukunya Trinity. AW membawa pertanyaan besar yang sebagian berasal dari pengalaman hidup sebelumnya sebagai pengaya.

Continue reading Ala Agustinus Wibowo

Bisindo atau SIBI?

Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) atau Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) atau?

Kurang lebih sama dengan…

American Sign Language (ASL) atau Sign Exact English (SEE)?

🧐

Baca: Otw Bisindo

Sebelum pertanyaan itu dijawab, coba anda bicara dengan posisi telinga ditutup dengan tangan, sehingga suara dari luar tak terdengar jelas. Cobalah berkomunikasi dengan berbagai cara agar lawan bicara paham dengan maksud anda 😉

Continue reading Bisindo atau SIBI?

Perihal Ajal (2)

2020-2021 semacam tahun kematian, meski saya merasa tak rela menyebutnya demikian. Anggap saja semester kematian, sembari berharap bahwa semester akhir besok angka berkurang dan semua kembali normal.

Aminkan yuk 🤲

Banyak sekali tokoh agama yang meninggal, entah karena komorbid maupun covid itu sendiri, walahualam. Saya gak mau sebut siapa aja, beritanya ada di mana-mana. Mulai dari yang meninggalkan kesan baik hingga yang penuh laknat 🙄

Kalau yang meninggal adalah tokoh dengan pandangan kontroversial bagi sebagian orang, saya sedih menemukan komen-komen yang sudah lama berusaha saya hindari baca 😑

Baca: Perihal Ajal

Continue reading Perihal Ajal (2)

Surat Untuk Idola

Beberapa hari lalu, tumben blog tuwuhingati lebih ramai daripada biasanya. Meski yang top tetep aja yang itu (baca link berikut), ada beberapa postingan lama yang jarang dikunjungi, tetiba muncul.

Baca: Kebutuhan Khusus dalam Alquran

Ceritanya, Siti Maryamah mendapat balasan surat sekaligus dibacakan sama Reza Rahadian. Ini luar biasa, mengingat dia baru aja mengidolakan aktor ganteng ini bulan September dan langsung ‘jatuh cinta’. Disebutnya Reza sebagai pribadi yang so grounded, so humble. Saya pun mengakui, aktor hebat ini memiliki paket yang begitu lengkap 🥰

Baca: Ngolshop Ala Siti Maryamah

Continue reading Surat Untuk Idola

Bonjour

Perancis dan segala kontroversinya setelah Charlie Hebdo kembali mengulang ejekannya kepada (diduga) Nabi Muhammad. Sependek yang saya tahu, Rasulullah itu terlindung wajahnya, tak ada yang bisa menggambarnya. Gambaran buruk tentang beliau, mewakili kekepoan dan kegelisahan para Islamophobic tentang sosok manusia yang pada kenyataannya seorang ummi, tapi bisa menjadi panutan akhlak dan mampu menebarkan pesonanya, bahkan bagi yang non muslim sekalipun 🙂 Katakan satu, Craig Considine.

Adab dan ilmu tidak setara dan berdampingan bukan 🙂 Para ulama selalu menegaskan, dahulukan adab sebelum ilmu. Kalau sakit hati, lalu membunuhi orang tak berdosa, apakah itu bisa jadi cerminan agamamu? 🥺

Continue reading Bonjour

Kenapa Harus Menulis

Tulisan dan pembacanya
Menulis menjadi kegiatan rutin saya semenjak bisa membaca. Membaca menjadi sebuah tantangan yang menyenangkan, ketika saya menemukan sebuah soal cerita Matematika kuno yang menuliskan, “…hitoenglah berapa banjak betjak jang dimiliki bapak…” Saya sungguh penasaran dengan ejaan yang baru saya tahu namanya, ejaan Van Ophuysen 😁

Begitu sering membaca dan akhirnya menemukan jawaban mengapa ejaan itu berbeda, saya mulai tertarik untuk menulis. Sejak kelas 2 SD, awalnya saya tujukan untuk rubrik Arena Kecil atau Tak Disangka di majalah Bobo, langganan semasa SD. Hanya sempat mengirimkan sekali dan tidak diterima, saya berhenti mencoba, hehe…

Continue reading Kenapa Harus Menulis

Berakhir Di Angka 44

Harganya masih 1200, ketika pertama kali saya membeli Donal Bebek pertama dengan duit yang terkumpul dari menyisihkan uang jajan. Majalahnya masih selebar Bobo yang sekarang. Tetap tipis, sebagian berwarna, sebagian tidak. Ada kisah mini satu halaman tentang Gober, Madam Mik Mak, Mortimer, Miki, Desi, Gufi, Karel dan Klarabella, dan tokoh lainnya, atau sekadar kisah klasik Donal tanpa teks.

Brief and fun 😁

Majalan Donal buat saya saat itu, adalah jajanan sekunder, yang hanya dibeli saat cukup tajir. Jajanan primer ya tetap Bobo, karena Mamak mewajibkan anak-anaknya langganan bacaan. Bobo isinya lengkap, sekolah dan hiburan. Donal isinya cuma hiburan, menurut saya saat itu. Ternyata tidak senaif itu 😎

Continue reading Berakhir Di Angka 44

Menumbuhkan Minat Baca Anak dengan Kebutuhan Khusus

Banyak orang mempersepsikan kebutuhan khusus dengan segala jenis ketidakmampuan. Kepandaian seorang anak disabilitas diartikan sebagai kelebihan dari kekurangannya. Well, tidak semuanya bisa seseimbang itu, saudara. Relatif 🙂

Baca: Sekilas Catatan tentang Kebutuhan Khusus

Kata ibu Farida, mama dari Zefa, anak tuli yang aktif berorganisasi: anak dengan kebutuhan khusus itu kelihatan kurangnya, kalau anak biasa tidak kelihatan. Jadi kalau seorang ABK punya kelebihan, sama aja, anak lain pun juga punya kelebihan 🙂

Berbagai pose baca

Kebutuhan khusus itu macam-macam ya. Namun saat ini saya hanya akan membahas yang tuli dan kebutuhan lain yang sesuai dengan kekhususan anak saya, Moldy. Usia fisiknya 10 tahun, tapi Moldy termasuk yang terlambat berbahasa. Saya mengenalkan dan memahamkan mengenai isyarat sebagai salah satu komunikasi utamanya (selain menulis dan berbicara), baru sekitar tiga tahun lalu dan itu belum sepenuhnya efektif 😐

Baca: OTW Bisindo

Continue reading Menumbuhkan Minat Baca Anak dengan Kebutuhan Khusus

Bersama ‘Membersamaimu’

Sekarang saya pakai nama Esthy Wika, untuk semua buku dan artikel yang saya tulis. Bunga rampai Membersamaimu adalah antologi pertama dengan nama ini, tentu saja sepengetahuan dan sepersetujuan saya 😉

Baca: Nama, Karya, Beda

Ini antologi Tuli pertama. Sudah banyak buku mengenai gangguan dengar, tapi masing-masing membahas cara personalnya. Buku ini membahas dari tiga pilihan yang dianut, yaitu menggunakan alat bantu, implant, dan berbahasa isyarat.

Dibuka pas yang nulis pendiri DTLS (Dunia Tak Lagi Sunyi)

Tak mudah mengumpulkan mereka semua agar mau terjun menulis, apalagi beda visi misi dalam mendidik anak Tuli menjadi ‘lebih baik’. Semua punya versinya sendiri. Oleh karena itu, tujuan buku ini adalah mengajak orang untuk menerima apapun dan bagaimanapun kondisi anak. Kisah-kisah di sini menawarkan pilihan referensi caranya 🙂

Continue reading Bersama ‘Membersamaimu’

Menilai Karya Artis

Kata J.S. Khairen, kamu boleh memberikan kritik kalau baca buku paling tidak 50-100 dalam setahun. Biasanya, kalau sudah baca sebanyak itu, akan lebih berhati-hati melemparkan kritik. Saya udah baca 50, boleh dong ya, ngritik 😅

Baca: Terbaca 2019

Kata netijen, puisinya Putri Marino bukan puisi. Para netijen budiman dan berakhlak terpuji, memberikan penilaian pro dan kontra. Kemudian membandingkan dengan penyair besar macam Eyang Sapardi, Jokpin, dan teman-teman. Bukan apple to apple sih, buat saya 🤓

Memang sih, mengkritik tak perlu berkarya, tapi lebih baik kalo disertai data penguat yang sahih. Mesti paham juga, mana selera mana pendapat yang bisa diterima umum. Tak bisa lepas dari subyektivitas, tapi gunakan berbagi sudut pandang dengan bijak 😉

Baca: Terbuai Tere Liye

Continue reading Menilai Karya Artis