Ala Agustinus Wibowo

Sesekali saya ikuti space di twitter, meski tak banyak yang bisa saya simak sampai habis. Isinya bergizi, asalkan memilih narasumber yang tepat. Yang isinya ngasal juga banyak dan di antaranya jadi bahan obrolan di linimasa 😅 Gitu deh, tak ada yang sempurna di hadapan warganet.

Pas dapat oke, ada Ivan Lanin yang jadi pewawancara bersama narsum Agustinus Wibowo (AW). Ini sudah lumayan lama ya, jadi lupa apa judulnya. Intinya, bagaimana menulis kisah perjalanan supaya tak terlalu puitis sekaligus tidak kronologis, karena dua-duanya bisa membosankan dan lebay.

Saya baru baca satu bukunya AW, Garis Batas. Bukunya agak lebih berat kalau dibandingkan bukunya Trinity. AW membawa pertanyaan besar yang sebagian berasal dari pengalaman hidup sebelumnya sebagai pengaya.

AW menyampaikan banyak sekali informasi yang memang tak bisa disimak dan diserap dalam sekali duduk. Beberapa di antaranya saya rangkumkan sedikit dan ringkas. Sebagai ilmu tambahan untuk tulisan saya sendiri 🙂

💻 Bikin kerangka yang lama. Ini semacam batas, supaya tulisan tidak ambyar kemana-mana. Duh, bagian ini aja saya belum juga lulus, padahal ini bagian penting yang memudahkan penulis sekaligus pembaca.

💻 Memori kita kayak hutan. Terlalu banyak distraksi. Makanya mesti bikin mind map. Tulisan nonfiksi kreatif macam buku-bukunya AW ini harus menggunakan plot. Semacam meleburkan antara fiksi dan nonfiksi.

Reza Nufa, di materi lain ya, bahkan menegaskan bahwa inti dari semua tulisan adalah matang di fiksi. Duh lagi, saya paling susah mendayu-dayu dan basa-basi. Gaya memang bisa macam-macam, tapi kesinambungan antar paragraf memang bisa dipermanis dan dilenturkan melalui karya fiksi.

💻 Nulis ya nulis aja, jangan bebani dengan nulis bagus. Asal tumpah aja. Yang penting kerangka jadi dulu. Tahap berikut, dirapikan lagi. Buku Titik Nol dibenahi sampai 22 kali demi mencapai hasil yang diinginkan.

💻 Ada kerangka tujuan perjalanan. Misal ke Tajikistan mau membahas tentang nasionalisme. Jadinya pas di jalan kepaksa memikirkan pertanyaan dan jawaban untuk itu semua. Ketika tulisan memiliki tujuan, ada amanat yang akan tersampaikan ke diri sendiri maupun pembaca.

💻 Usai perjalanan, merenunglah dulu, ambil jarak dari pengalaman kita. Ini penting untuk memperkaya sudut pandang kita. Kita harus punya gambar besar, tema, supaya cerita kita kuat. Gambar besar itu bisa dirangkumkan dalam satu kalimat.

💻 Harus melihat dari ketinggian, supaya bisa menemukan makna tersembunyi. Menerima diri apa adanya, misal film Luka, tentang monster yang berubah jadi manusia. Jangan hanyut aja dari film dan buku, cari maknanya.

💻 Untuk menulis ada tiga jenis perjalanan, yaitu fisik, memori, dan spiritual atau batin.

Paham gak? 😅 Maklumkan jika amburadul.

Karena sudah lama, agak susah juga untuk merecall memori, apalagi pikiran saya baru aja agak stabil. Setidaknya poin-poinnya bisa buat tambahan vitamin menulis deh 😉

Gambar dari cnn

Leave a comment