6 Alasan Asyiknya Bisa Bahasa Isyarat

“Kenapa dia terus melihat kita? Ada yang aneh denganku?” tanya anak saya di dalam angkot.

Saya menahan tawa. Ibu ini duduk di pojok bagian kanan empat, anak saya duduk di pojok kiri tujuh, dan saya di belakang bangku sopir. Dengan wajah gabungan antara bloon dan kepo, dia bergantian melihat kami berdua yang ngobrol menggunakan tangan dan ekspresi wajah. Sebenarnya itu bukan isyarat murni, masih sebatas homesign demi memudahkan komunikasi saya dengannya. Anak saya adalah seorang penyandang tuli kongenital, yaitu ketulian yang disandang sejak lahir.

“Nggak papa, biarin aja,” kata saya menenangkan.

“Tuh kan, lihat lagi,” dia mulai jengah.

Beginilah konsekuensi berbahasa dengan cara berbeda di tempat umum. Sering menjadi pusat perhatian atau bahkan rasan-rasan. Saya sudah dalam fase malas kasih tahu tiap orang yang saya temui bahwa ini semua hasil proses panjang. Seperti yang umum ditemui di klinik terapi wicara, awalnya saya memaksanya untuk berucap sebagai cara berkomunikasi.

Continue reading 6 Alasan Asyiknya Bisa Bahasa Isyarat