6 Alasan Asyiknya Bisa Bahasa Isyarat

“Kenapa dia terus melihat kita? Ada yang aneh denganku?โ€ tanya anak saya di dalam angkot.

Saya menahan tawa. Ibu ini duduk di pojok bagian kanan empat, anak saya duduk di pojok kiri tujuh, dan saya di belakang bangku sopir. Dengan wajah gabungan antara bloon dan kepo, dia bergantian melihat kami berdua yang ngobrol menggunakan tangan dan ekspresi wajah. Sebenarnya itu bukan isyarat murni, masih sebatas homesign demi memudahkan komunikasi saya dengannya. Anak saya adalah seorang penyandang tuli kongenital, yaitu ketulian yang disandang sejak lahir.

“Nggak papa, biarin aja,โ€ kata saya menenangkan.

โ€œTuh kan, lihat lagi,โ€ dia mulai jengah.

Beginilah konsekuensi berbahasa dengan cara berbeda di tempat umum. Sering menjadi pusat perhatian atau bahkan rasan-rasan. Saya sudah dalam fase malas kasih tahu tiap orang yang saya temui bahwa ini semua hasil proses panjang. Seperti yang umum ditemui di klinik terapi wicara, awalnya saya memaksanya untuk berucap sebagai cara berkomunikasi.

Continue reading 6 Alasan Asyiknya Bisa Bahasa Isyarat

Obrolan Tangan (7): Memory Leap

“Jadi, Bubun melahirkan dua anak langsung?” tanya Moldy, ketika kami bersantai seraya melihat album foto lawas.

“Tidak, tidak, bukan bersamaan,” kata saya. “Kamu lahir tahun 2009, sampai gede segini,” seraya mengukurkan setinggi paha saya, “lalu Shena lahir tahun 2011 dan masih digendong.”

Dia mengangguk-angguk.

“Dulu kan aku masih kecil, jadi berdiri di motor bagian depan. Kita naik motor, lalu jatuh, dan kepalaku benjol. Pusing rasanya,” ceritanya panjang.

๐Ÿ˜ณ

Continue reading Obrolan Tangan (7): Memory Leap

Obrolan Tangan (5): Rencana Menjadi Dewasa

“Nanti aku semakin tinggi, dewasa, dan akan menjadi ayah.”

๐Ÿคฆ๐Ÿปโ€โ™€๏ธ

Adoh men, lek mu membayangkan.

“Aku akan menikah dengan seorang perempuan berwajah cantik dan memiliki satu anak lelaki,” lanjutnya.

Continue reading Obrolan Tangan (5): Rencana Menjadi Dewasa

Bisindo atau SIBI?

Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) atau Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) atau?

Kurang lebih sama dengan…

American Sign Language (ASL) atau Sign Exact English (SEE)?

๐Ÿง

Baca: Otw Bisindo

Sebelum pertanyaan itu dijawab, coba anda bicara dengan posisi telinga ditutup dengan tangan, sehingga suara dari luar tak terdengar jelas. Cobalah berkomunikasi dengan berbagai cara agar lawan bicara paham dengan maksud anda ๐Ÿ˜‰

Continue reading Bisindo atau SIBI?

Yang Harus Dibayar

Seraya mengingat bahwa saya pernah merampas haknya berbahasa saat kecil, saya menyabarkan diri untuk terus menyimak Moldy bercerita. Setiap waktu ๐Ÿ™ƒ Gak pernah masuk sekolah, lalu sama siapa lagi dia bakal cerita kalau bukan sama emaknya ๐Ÿ˜Œ

Bisa sih, sama ayah atau adiknya. Jemi seringkali cape dari kerjaan dan males mikir. Shena pun, bukan cape kerjaan, tapi cuma males mikir dan biasa deh, saudara kan kerjaannya kalau ketemu adalah bertikai melulu ๐Ÿ˜…

Jadilah saya sebagai juru tampung ocehannya.

Lagi menggoreng kerupuk yang tak bisa sambil tolah-toleh, dia cerita.

Continue reading Yang Harus Dibayar

Kebutuhan Khusus Dalam Alquran (3).

Kadang saya merasa bahwa disabilitas bernama tuli itu akan dibumihanguskan dari Indonesia ๐Ÿ™„ Medis hanya memberikan pilihan solusi berupa alat bantu atau implant. Bahasa isyarat jadi solusi paling akhir, itupun disampaikan dengan berat hati. Uhuk…

Baca: Dari Bu Dokter Sp. THT

Saat Moldy kelas satu, saya diminta untuk menunjukkan bagaimana saya mengajarinya di rumah, di depan para tamu dari Ostrali. Semacam micro teaching gitu. Mereka memang menanyakan mana alat bantunya Moldy, tapi mereka juga punya nama isyarat lho. Nah, bagian alat bantu aja yang sering ditekankan pada orang tua (di Indonesia), sedangkan pilihan berisyarat sepertinya kok dianggap jangan sampai ketahuan ada ๐Ÿ™„ Buktinya…

Banyak tuli dewasa yang enggan menggunakan isyarat meski dia kesusahan mendengar dan bicara. Banyak juga tuli dewasa yang seneng ada bahasa isyarat, karena dia gak pernah bergaul dengan sesama tuli dan tak pernah tahu rasanya ngobrol dengan asik dan nyaman.

Baca: Tiga Pilihan

“Ada 23 ayat dalam Alquran, yang menyebutkan mendengar sebagai kemampuan dasar pertama,” kata dokter Firza di sebuah webinar.

Baca: Perjalanan Menerima (2)

Yang memahami pernyataan ini apa adanya, pasti langsung nangis deh ๐Ÿฅบ. Lalu berprasangka, jadi bener yang dibilang orang bahwa anak tuli adalah anak terkutuk, karena dosa orang tuanya bejibun tak berbilang ๐Ÿคจ

Continue reading Kebutuhan Khusus Dalam Alquran (3).

Mengasuh Anak Tuli Ala Dewi Yull.

Meski kelupaan memfoto diri sendiri yang lagi bersebelahan dengan penyanyi pernah kondang era 80-90an dan masih cukup tenar hingga kini ini, rasanya cukup puas bisa ikutan seminar online bareng. Lumayan, Jemi dan Shena bisa ikut menyimak.

Berhubung gak ada slide, saya pake poin-poin kayak biasanya ya. Menuliskan bukan berarti menyepakati ya, kan bagian dari pengetahuan juga ๐Ÿ˜‰

Dewi Yull memiliki empat anak, dua di antaranya tuli. Gischa, tuli, sudah meninggal. Yang kedua, lelaki, dengar. Yang ketiga, Surya, tuli, kuliah di Rochester. Keempat, lelaki, dengar, hampir kuliah di ITS tapi batal.

Continue reading Mengasuh Anak Tuli Ala Dewi Yull.

Beng-beng Dua Ribu

“Jajanku direbut orang, huaaa…” tangis Moldy, sepulang dari toko tetangga.

Seperti biasanya, dia marah-marah tanpa mau menyimak penjelasan dulu. Uang yang dibawa kan dua ribu, berarti hanya dapat satu beng-beng. Saya sudah berpesan dari rumah, hanya dapat satu. Tapi menyampaikan informasi yang baru ke Moldy itu tidak mudah. Harus berulang, dengan contoh nyata. Itupun masih menunggu dia berkenan. Kalau dia tak ingin paham, meski sampai saya jungkir balik, dia tetap saja cuek. Tapi sekalinya paham, bisa sampai kemana-mana ๐Ÿ˜Ž

Baca: Obrolan Tangan (3)

Biasanya, dengan uang dua ribu, Moldy dapat empat snek. Kalau saya nitip beli apa-apa, saya tuliskan di kertas, jadi dia tak tahu apa saja rinciannya. Sekarang dia mesti tahu, bahwa harga tiap barang itu beda.

Continue reading Beng-beng Dua Ribu

Tatapan Bayi Tuli vs Tatapan Bayi Dengar.

Bayi tuli yang sudah terekspos pada ASL (American Sign Language), terlihat lebih baik dalam mengikuti tatapan orang dewasa daripada bayi dengar di usia yang sama. Ini mendukung ide bahwa perkembangan kognisi social peka pada berbagai jenis pengalaman hidup.

Perilaku mengikuti tatapan, atau melihat pada apa yang dilihat oleh orang lain, adalah sebuah tolok ukur penting dalam perkembangan anak. Ini memainkan peran kunci dalam proses komunikasi dan kognisi social.

Continue reading Tatapan Bayi Tuli vs Tatapan Bayi Dengar.