‘Hantu’ Pandemi

Bosen, toh semua juga.

Pengen ngamuk tapi gak ada tenaga, toh semua juga.

Merasa tak berguna dan besok rasanya kiamat di ambang pintu, entahlah, mungkin banyak juga yang demikian.

Nangis-nangis gak jelas, eh, gimana gimana…

Continue reading ‘Hantu’ Pandemi

Dua Belas Tahun

Hari ini, dua belas tahun lalu, di sebuah rumah sakit di dekat sekolahnya sekarang, Moldy sekaligus status saya sebagai seorang ibu, terlahir. Saat itu, mungkin saking kelihatan culunnya, bayi kecil itu dianggap adik saya 😆

Baca: Romansa Mengibu

Difoto buru-buru biar gak ketahuan

Hari ini, pagi tadi, saya mengucapkan selamat ulang tahun dan dia abaikan ðŸĪŠ Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, dia tak peduli ucapan selamat. Dia sok mengabari semua orang menjelang hari ultahnya, tapi tak peduli saat hari itu tiba 😎

Continue reading Dua Belas Tahun

Sebelum vs Sekarang vs Sesudah

Seorang teman memasang status lagunya Budi Doremi yang berjudul Mesin Waktu, seraya menanyakan satu hal yang susah dijawab. Seandainya bisa memilih, mau kembali ke masa sebelum atau sesudah pandemi? 🙃

Ada yang pernah mengatakan bahwa seandainya adalah setan, karena itu berarti ora nrimo dengan takdir yang ada. Dalam kondisi penuh tekanan dan ketidakpastian, berpikir “seandainya saja…” adalah kemungkinan.

Nyatanya, nrimo kondisi yang ada itu gak langsung hadir dengan kata yok bisa yok, semangka, sabar ya, pasti nanti dikasi jalan keluar, yang ikhlas ya, ingat anak-anakmu yang membutuhkanmu, ingat orang-orang yang mencintaimu dan tak ingin kamu sedih terus, masih mending kamu daripada aku (yang lebih menderita), dan bla bla bla lainnya 🙄

Continue reading Sebelum vs Sekarang vs Sesudah

Confetti SFH (4): not-so-called

Level kebosanan di rumah sudah dalam taraf mengenaskan, hampir tak bisa berbuat banyak untuk mengendalikannya, hiks… Sakit karena bosan seperti flu dan maag, berjalan ‘bahagia’ beriringan. Eh, malah curhat padahal mau hore-hore sementara sesuai judul 😁

Selama satu ajaran dengan satu wali kelas, dihabiskan murni di rumah 😑 Dengan wali kelas lain, semoga gak sampai setahun ajaran juga. Menyesal sekali melihat kenyataan bahwa pelajaran untuk Moldy, ya di situ-situ aja. Dia juga lupa-lupa aja 🙈 Kalau gak ingat bahwa dia menjalani perkembangan yang tertunda sebagai disabilitas, saya bisa rutin mencak-mencak 😅 Sakit maag pun telah menunggu dengan manis.

Baca: Previously Registered

Yang perlu dirayakan, bahwa kemajuan bacanya lumayan meningkat. Dibanding dulu ya, bukan dibanding sama anak seusianya 😁 Sesekali terbersit kok dia gak cepet dan stabil seperti anak lain ya, lalu ingat lagi bahwa kehidupan disabilitas berkualitas dengan merayakan sejumlah kemajuan kecil. Sekecil apapun, itu sudah melangkah 🙂

Momok pelajaran itu bukan Matematika, tapi Bahasa Indonesia 😏

Continue reading Confetti SFH (4): not-so-called

Mari Paskibra

Telat yah, hehehe… ðŸĪ—

Upacara kemerdekaan yang tak diikuti langsung, tak pernah terasa seharu ini. Ada ikatan emosional dari puluhan tahun lampau, yang gaungnya tiba-tiba terasa sekarang. Hmm, bisa jadi ini juga bercampur kejenuhan selama di rumah wae 😎

Saya jarang merasa bangga dan tertarik dengan kaum berseragam, setampan dan sehebat apapun mereka 🙏ðŸŧ. Kalau itu perempuan, baru bangga, karena dipastikan perjuangannya melawan diskriminasi dan misogini tidak main-main. Tentu gak bakalan nyangka, kalau selama bersekolah saya sering terpilih untuk jadi petugas upacara di posisi apapun, lomba gerak jalan, dan lomba-lomba lain yang berkaitan dengan baris-berbaris dan disiplin ☚

Continue reading Mari Paskibra

Prov-Antiv (2)

Perhelatan seru soal vaksin, memasuki babak yang makin embuh. Sampai taraf antar tokoh agama. Perhelatan soal penanganan soal covid pun tak jauh beda. Sampai taraf antar dokter bercentang biru, beda cara, dan saling blokir 😅 Dokter juga manusiaaa, punya rasa, punya hati.

Pandemi menantang resiliensi kita semua, terutama borok separah apa yang bisa tutup rapat atau biarkan ambyar tanpa kendali. Betapa nikmatnya jadi orang biasa di masa kiwari, aneh pun tak ada yang peduli 😉

Baca: Prov-Antiv

Saya mau cerita soal pengalaman divaksin aja deh, buat hore-hore. Kalau anda gak mau vaksin, santai aja, sesungguhnya tak ada paksaan dalam bervaksin 😉

Di sini kita pergiii (here we gooo)

Baca: Bertahan (4)

Selaksa pengalaman. Sudah saya bilang kan, saya males vaksin. Males ngantri, males berprasangka, males siap-siap, pokoknya males segalanya ðŸĪĢ Virus rebahan sudah memiliki kerajaan dengan banyak wilayah di tubuh ini.

Continue reading Prov-Antiv (2)

Sapa Papua (2)

Jika anda mengikuti kronologi kasus Steven Yadohamang, yang diinjak kepalanya oleh dua aparat keparat, bagaimana pendapat anda?

😭

Steven adalah seorang tuli, bekerja sebagai tukang parkir, dan dia berkomunikasi dengan gestur, bukan bahasa isyarat. Hiks, ini juga tahunya dari ig Surya Sahetapy, bahwa komunikasinya Steven dengan Deni Zulkarnaen di fb, bukan isyarat Merauke.

Semenanjung Doberai, Raja Ampat

Dua petugas ini memang tak searogan polisi kulit putih yang menginjak leher George Floyd sampai meninggal dunia. Meski sedang menjalani hukuman 22 tahun penjara, protes Black Lives Matter masih terus berlanjut, dilakukan berbagai kalangan, baik kulit hitam maupun kulit putih. Protes mengenai rasialisme telah melintasi kesamaan warna kulit.

Lalu, apa kabar Indonesia kita?

Continue reading Sapa Papua (2)

(Ingin) Deaktif Forevaah (2)

Terakhir update status:

Facebook 15 Maret. Tersisa status orang-orang lama, yang usianya sepantaran saya dan bahasannya itu-itu aja. Banyak orang yang menghapus atau deaktif tanpa ditengok sama sekali. Fb masih banyak yang pakai ya, terutama buat yang kemahalan data kalau pakai ig atau gak nyaman dengan cara main twitter.

Baca: (Ingin) Deaktif Forevaah

Malesnya, fb ini nyambung aja ke wa dan ig. Jadi kalau saya berteman dengan orang sama di medsos yang beda, bisa dipastikan statusnya kayak iklan obat batuk, berulang dan sama 🙄 Yaah, saya gak cek pengikutnya siapa aja sih. Kan kabar terbaru perlu disampaikan, biar gak dicariin mlulu. Artis kan gitu, mesti apdet di semua platform.

Continue reading (Ingin) Deaktif Forevaah (2)

Seni Kehilangan (3)

Laptop pertama saya beli pakai uang tahunan, dicarikan Jemi yang bekas tapi bagus. Pernah saya pinjamkan teman, lalu kembali bersama lagu-lagu yang saya suka. Papan ketiknya mulai mrotholi bersamaan dengan gigi tanggal dan rambut rontok karena menyusui. Kemudian dia hibernasi selama bertahun-tahun karena saya sibuk mengurus dua balita.

Merknya Compaq, yang sekilas bisa terbaca Quantum 😅

Continue reading Seni Kehilangan (3)

Ini, Bapa (5)

Judulnya Resep Warisan. Berhubung ini less sentimental, jadi lebih nyaman pakai ‘saya’ bukan ‘aku’ 🙂

Bawang putih. Flu semasa sekolah di Batu adalah malapetaka. Hawanya super dingin, kalau hidung buntet plus mumet, kelar napas lo 😅

Bapa selalu siap bawang putih mentah di samping nasi putih panas dan mengatakan bahwa ini sangat manjur. Baunya yang menyengat dan pedas, bikin eneg mau makan. Apalagi bawang putih Batu, atau entah mana asal aslinya, rasanya lebih pedas kalau mentah dan sangat wangi kalau matang. Siungnya kecil-kecil jadi susah ngupasnya.

Dengan hidung buntet dan kepala pening, saya makan sebutir bawang putih mentah bersama sesendok nasi putih hangat. Rasanya ðŸĨī Beberapa saat kemudian kepala terasa enteng dan hidung mulai meler, alias ingusnya lancar.

Resep ajaib ini saya getok tularkan pada saudara dan tidak berhasil 😅

Continue reading Ini, Bapa (5)